PENDAHULUAN
Dalam hubungannya dengan era modern,
memang birokrasi seolah-olah menjadi paket yang tak terpisahkan dalam setiap
pembangunan masyarakat modern. Keberadaan birokrasi menjadi norma yang tak
terelakkan bagi setiap tatanan masyarakat modern yang dinamis dan rasional.
Tanpa kehadiran birokrasi, tak dapat dibayangkan bagaimana suatu pemerintahan
akan mengimplementasikan kebijakannnya. Tanpa birokrasi, juga tak terbayangkan
pula bagaimana populasi manusia yang padat yang mendiami suatu wilayah tertentu
akan dapat diatur. Birokrasi adalah faktisitas institusional masyarakat
modern.Birokrasi bukanlah institusi sederhana yang tak perlu
diproblematisasikan lebih lanjut. Secara alami, sebagai institusi yang memiliki
tugas dan fungsi yang kompleks memberikan justifikasi yang lebih dari cukup
bahwa keberadaannya dilandasi oleh suatu perencanaan yang rasional dan
sistematis. Demikian pula, dalam operasionalisasinya tak jarang birokrasi
memberikan pengaruh yang besar bagi aktor-aktor sosial yang ada di luar
birokrasi. Dalam aktivitas keilmuan, birokrasi juga dapat berperan sebagai
laboratorium ilmiah bagi penelitian sosial. Pencermatan atas strukturnya dapat
menjadi langkah awal untuk mengembangkan hipotesis teoretis tentang sistem
sosial pada umumnya.
Sistem pemerintahan di Indonesia telah mengalami
perubahan paradigma yang sangat signifikan sejak diberlakukannya Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, atau yang lazim dikenal dengan
Undang-undang Otonomi Daerah. Perubahan paradigma pemerintahan ini sesungguhnya
adalah langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam menyikapi tuntutan
masyarakat sejak digulirkannya reformasi.Pemberlakuan Undang-undang Otonomi
Daerah, merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tuntutan reformasi yang telah
dikumandangkan sejak tahun 1998.Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim
Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang mampu
mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata
masih jauh dari realita. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik
yang efisien, responsif dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya
orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga
tidak mampu menciptakan perubahan berarti bagi kinerja pemerintahan.Melalui
reformasi, dilakukan desentralisasi dalam skala besar. Bahkan perubahannya dapat
dikategorikan sebagai ”revolusi desentralisasi” karena mencakup aspek yang
sangat luas dan mendasar serta dengan kecepatan yang tinggi. Banyak daerah
otonom dengan pemerintah daerahnya tergagap-gagap menghadapi perubahan yang
sangat cepat tersebut. Mereka yang selama ini hanya mengelola dana sangat
terbatas- sekitar puluhan milyard rupiah, secara bertahap.
Makna birokrasi di klasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
a. Berbagai
definisi birokrat
Secara etimologis, istilah birokrasi berasal dari
gabungan kata Perancis (bureau)
yang berarti kantor dan kata Yunani (kratein)
yang berarti aturan. Sebagai suatu bentuk institusi, birokrasi telah ada sejak
lama. Sedangkan bureaukratie dalam bahasa Jerman yakni kekuasaan atau wewenang
yang berada di departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memperebutkan untuk
diri mereka sendiri atas sesama warga Negara.Alasan keberadaannya adalah munculnya
masalah-masalah publik tertentu yang penanganannya membutuhkan koordinasi dan
kerjasama dari orang yang banyak dengan berbagai keahlian dan fungsi.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi
didefinisikan sebagai :
- Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena
telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
- Cara
bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak
liku-likunya dan sebagainya.
Ada beberapa
perspektif para pakar tentang birokrasi:
·
Menurut
Hegel
Birokrasi adalah medium yang mempertemukan kepentingan
rakyat dan pemerintah,birokrasi mengemban tugas yang besar berupa harmonisasi
hubungan antara rakyat dan pemerintah.
·
Menurut blau
Birokrasi merupakan suatu lembaga yang sangat kuat
dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial
terhadap hal-hal yang baik maupun buruk karena birokrasi merupakan instrumen
administrasi rasionalisme yang netral pada skala besar.
·
Menurut Ali
Mufiz
Birokrasi adalah intisari dari otorita legal nasional
adalah birokrasi,jantung dari birokrasi dalam system hubungan yang di rumuskan
secara rasional oleh aturan-aturan.
Jadi,birokrasi pemerintah adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisasi
secara formal,berkaitan dengan jenjang yang komplek dan tunduk pada pembuat
peran formal.
Makna birokrasi di klasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
- Birokrasi
di pandang sebagai bentuk organisasi yang bengkak dan jumlah pegawai yang
besar.
- Birokrasi
di pandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud
mengontrol kegiatan masyarakat.
- Birokrasi
di pandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan
dan aparat administrasi public.
b. Ciri-ciri
Birokrasi
Ciri-ciri
birokrasi menurut Max Weber adalah:
- Jabatan
administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized
hierarchically)
- Setiap
jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence)
- Pegawai
negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang
ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of
technical qualifications as determined by diplomas or examination)
- Pegawai
negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries
according to rank).
- Pekerjaan
merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai
pegawai negeri. (The job is a
career and the sole, or at least primary, employment of the civil servant)
- Para
pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)
- Para
pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the official is subject to control and
discipline)
- Promosi
didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors
judgement)
c.
Pemikiran
klasik Max Weber mengenai birokrasi (
Kutukan Birokrasi )
Max Weber adalah seorang sosiolog besar asal Jerman
yang pemikirannya tentang birokrasi telah menjadi sangat klasik dalam literatur
akademis.Menurut Weber, perkembangan organisasi menjadi lebih besar akan
merangsang bertumbuhnya birokrasi dalam organisasi tersebut. Ini karena
organisasi yang besar membutuhkan mekanisme bagi pelaksanaan tugas-tugas
administratif skala luas. Negara, perusahaan, gereja, atau perserikatan sipil
adalah contoh-contoh organisasi yang dapat berkembang menjadi birokrasi.
Birokrasi di sini dipahami sebagai prinsip-prinsip pengorganisasian dan
bukannya instansi eksklusif tertentu seperti dinas-dinas pemerintah sebagaimana
yang dipahami oleh masyarakat awam di negeri ini. Weber menggunakan istilah
birokratisasi untuk menjelaskan semakin luasnya penerapan prinsip-prinsip
birokrasi dalam berbagai organisasi dan institusi modern.
Secara rinci Weber menjelaskan bahwa birokrasi
mempunyai 15 karakteristik ideal, yaitu: kekuasaan dimiliki oleh jabatan dan
bukan pemegang jabatan, otoritas ditetapkan melalui aturan-aturan organisasi, tindakan
organisasi bersifat impersonal, melibatkan eksekusi atas kebijakan publik, tindakan
organisasi dikerangkai oleh sistem pengetahuan yang disipliner, aturan
dikodifikasi secara formal, aturan presiden dan abstrak menjadi standar bagi
tindakan organisasi, spesialisasi batasan yang tegas antara tindakan birokratis
dengan tindakan partikular menentukan legitimasi dari tindakan, pemisahan
fungsional dari tugas-tugas yang diikuti oleh struktur otoritas formal, kekuasaan
yang didelegasikan via hierarki, delegasi kekuasaan diekspresikan dalam istilah
tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang ditetapkan melalui kontrak, kualitas
yang dibutuhkan untuk mengisi posisi diukur dengan pengakuan kredensial formal
(ijazah, sertifikat, dsb), struktur karir dan promosi,baik atas dasar senioritas
maupun prestasi, posisi yang berbeda dalam hierarki akan menerima pembayaran
yang berbeda dan sentralisasi koordinasi, komunikasi, dan kontrol.
Di sini patut dicatat bahwa daftar katalog Weber
tentang ciri birokrasi rasional sebagaimana yang diungkapkan di atas
dirumuskannya sebagai “tipe ideal”. Tipe ideal tersebut lebih baik dipahami
sebagai kerangka konseptual yang memandang birokrasi dalam bentuknya yang
murni, yakni indiferen terhadap aspek-aspek khas yang dimiliki oleh
birokrasi-birokrasi riil. Birokratisasi yang sempurna sendiri dalam sejarahnya
belum pernah terwujud secara nyata, maka tidak ada satu pun organisasi empiris
yang sepenuhnya mirip dengan tipe ideal Weber. Jadi tipe ideal ini sebenarnya
dimaksudkan sebagai suatu pedoman bagi penelitian empiris. Semakin banyak
atribut birokrasi rasional di dalam suatu organisasi, maka organisasi tersebut
dapat dikatakan menjadi semakin birokratis sekaligus semakin efisien.Salah satu
fitur krusial dari birokrasi dalam pengertian administrasi publik adalah
keterpisahannya dengan sistem politik. Birokrasi dipegang oleh pimpinan
tertinggi organisasi yang tidak sepenuhnya birokratis, yaitu penguasa politik
yang membuat kebijakan publik, entah apakah itu raja, presiden, perdana menteri,
atau ayatollah. Untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, maka
dibutuhkanlah birokrasi sebagai bentuk organisasi yang mempunyai superioritas
teknis paling tinggi.
Weber menganalogikan pemisahan tersebut dengan
kosakata Marxis. Birokrat disamakannya dengan pekerja atau buruh sedangkan elit
politik yang menjadi majikannya sebagai produsen yang menguasai sarana material
manajemen organisasi. Properti organisasi dengan demikian tidak dapat didaku
sebagai properti personal milik birokrat. Akan tetapi, berbeda dengan buruh
yang menerima upah, birokrat memperoleh gaji tetap bulanan berikut uang
pensiun, hal yang menjadikan posisi birokrat mempunyai kebangaan dan prestise
sosial yang lebih tinggi daripada anggota masyarakat kebanyakan. Lagipula
kriteria kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untul menduduki jabatan
birokrat secara tak langsung sesungguhnya telah mengasumsikan profil seseorang
yang mempunyai posisi sosial yan tinggi.Dalam deskripsi ideal, seluruh aparatus
birokrasi semata adalah alat yang dimainkan oleh pemiliknya, yaitu rezim
kekuasaan politik suatu negara. Ini karena berbeda dengan tatanan feodal yang
didasarkan pada kesetiaan personal patron-klien, mekanisme birokrasi yang
bersifat impersonal menjadikan dirinya sebagai entitas yang siap sedia untuk
dimanfaatkan oleh siapa pun yang tahu cara untuk mengontrolnya. Selain itu,
fakta absennya kepemilikan sarana kekuasaan ini juga memberikan pengaruh.
Karena sumber penghidupannya tergantung pada jabatannya, birokrat menjadi takut
untuk kehilangan jabatan dan pekerjaannya. Untuk menjamin dirinya tidak
dipecat, birokrat akan bersikap patuh terhadap setiap perintah atasan.
Akan tetapi, kenyataan dapat pula mengatakan hal yang
sebaliknya. Di sini, keahlian yang dimiliki oleh birokrat memegang peranan
kunci untuk melakukan pembalikan tata relasi. Seiring dengan peningkatan
kompleksitas kerja birokrasi, pengetahuan terspesialisasi yang dimiliki
birokrat membuatnya memiliki posisi tawar di hadapan penguasa. Penguasa tidak
menguasai pengetahuan administratif sehingga dengan demikian tidak dapat dengan
mudahnya mengontrol birokrat sesuai kehendaknya. Di mata penguasa, birokrat
adalah “necessary evil” yang darinya dia bergantung. Tanpa birokrat,
keinginan penguasa tak dapat diwujudkan karena hanya birokratlah yang
mengetahui cara keinginan tersebut diwujudkan.
d. Birokrasi pelayanan publik
Manajemen Pelayanan Publik dapat dipahami sebagai segala kegiatan dalam rangka
peningkatan kinerja dalam
pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga
negara dan penduduk atas suatu baran dan atau pelayanan administrasi
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang
terkait dengan kepentingan publik.Manajemen
Pelayanan Publik adalah tanggung-jawab pemerintah, baik pusat maupun
daerah. Pada era desentralisasi dan semakin kuatnya demokratisasi saat ini,
maka tuntutan akan tanggung-jawab pelayanan publik dan peningkatan kinerja manajemen pelayanan
publik tersebut juga semakin kuat dan terbuka.
publik tersebut juga semakin kuat dan terbuka.
Pada
saat ini kinerja manajemen pelayanan
publik ini sudah menjadi ukuran kinerja pemerintah daerah, terutama
kepala daerahnya. Dalam berbagai kesempatan ketidak-puasan masyarakat atas kinerja manajemen pelayanan publik
ini kian banyak diungkapkan oleh masyarakat secara terbuka. Masyarakat menuntut
penyelenggaraan manajemen pelayanan
lebih responsif atas
kebutuhan masyarakat dan
penyelenggaraan manajemen pelayanan public yang transparan,
partisipatif dan akuntabel.Reformasi birokrasi baik pada pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah merupakan kebutuhan dalam upaya mewujudkan
pemerintahan yang baik (good governance). Ini pada dasarnya bertujuan untuk
dapat memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada masyarakat. Baik buruknya
pelayanan yang diberikan pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai
institusi publik yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan pemenuhan
kebutuhan publik. Ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi pemerintahan dengan
segala perangkat teknisnya harus lebih diarahkan pada fungsi pokok melayani
masyarakat sebagai hal yang utama sebagaimana tersirat dalam semangat
desentralisasi.Untuk merespons tantangan dan permasalahan tersebut maka dalam
rangka mendukung peningkatan pelayanan akan difokuskan upaya kepada
pengembangan kapasitas (capacity building) manajemen pelayanan publik yang
menyangkut aspek-aspek :
·
Peningkatan efektivitas pengorganisasian pelayanan
·
Pengembangan prosedur pelayanan yang mudah, cepat dan
transparan
·
Peningkatan kualitas dan kapabilitas personil
penyelenggara pelayanan
·
Pengembangan kebijakan yang mendukung
Untuk
menjawab tantangan permasalahan pelayanan publik tersebut, maka dikembangkan
pendekatan peningkatan kinerja pelayanan
melalui Skema Tindakan Peningkatan Pelayanan (STPP).Kata kunci dalam pelayanan
publik adalah aksesibilitas. Oleh karena itu tujuan dari penyusunan STPP ini
adalah merancang rangkaian kegiatan guna meningkatkan aksesibilitas kepada
pelayanan publik. Bagaimana agar pelayanan memadai dan mudah dijangkau oleh
kelompok sasaran. Terjangkau dalam arti lokasinya mudah dicapai, tapi juga
harganya terjangkau, serta mudah prosedur dan persyaratannya.
Permasalahan umum pelayanan publik antara lain terkait dengan
penerapan prinsip-prinsip good-governance yang masih lemah. Masih terbatasnya
partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas, baik dalam proses
perencanaan, pelaksanaan atau penyelenggaraan pelayanan, maupun evaluasinya.
Untuk itu maka pendekatan STPP ini mempromosikan penerapan prinsip partisipasi,
transparansi dan akuntabilitas dalam proses
peningkatan pelayanan tersebut.
e.
Reformasi
Birokrasi
Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia
aparatur.Pada intinya
latar belakang reformasi birokrasi ini adalah sbb:
1. Praktek
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini.
2.
Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi
harapan publik
3.
Tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas yang
belum optimal dari birokrasi pemerintahan
4.
Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi
pemerintahan yang masih rendah
5.
Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih
rendah
Visi
reformasi birokrasi adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik tahun
2025
Misi dari reformasi adalah :
Misi dari reformasi adalah :
- Membentuk
dan atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan
hukum tata kelola pemerintahan yang baik.
- Memodernisasi
birokrasi pemerintahan dengan optimalisasi pemakaian teknologi informasi
dan komunikasi.
- Mengembangkan
budaya, nilai-nilai kerja dan perilaku yang positif.
- Mengadakan
restrukturisasi organisasi (kelembagaan) pemerintahan.
- Mengadakan
relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan
sistem remunerasi.
- Menyederhakan
sistem kerja, prosedur dan mekanisme kerja
- Mengembangkan
mekanisme kontrol yang efektif
Tujuan Umum,
membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan:
- Integritas
Tinggi
- Produktivitas
Tinggi dan Bertanggungjawab
- Kemampuan
Memberikan Pelayanan yang Prima
Tujuan Khusus,
membangun/memberntuk:
- Birokrasi
yang Bersih
- Birokrasi
yang Effisien, Efektif dan Produktif
- Birokrasi
yang Transparan
- Birokrasi
yang Melayani Masyarakat
- Birokrasi
yang Akuntabel
Reformasi birokrasi baik pada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah merupakan kebutuhan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang
baik (good governance). Ini pada dasarnya bertujuan untuk dapat memberikan
pelayanan yang lebih efektif kepada masyarakat. Baik buruknya pelayanan yang
diberikan pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi publik yang
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan publik. Ini
menunjukkan bahwa kinerja organisasi pemerintahan dengan segala perangkat
teknisnya harus lebih diarahkan pada fungsi pokok melayani masyarakat sebagai
hal yang utama sebagaimana tersirat dalam semangat desentralisasi.
Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan
sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan
berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui.Dengan kata lain,
reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara
agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan
lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan
dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil
langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan
efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara
bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan tindakan yang
bersifat radikal dan revolusioner.
Reformasi di Indonesia merupakan
tindakan perubahan atau pembaruan yang berdimensi restrukturisasi, revitalisasi,
dan refungsionalisasi.Dimana restrukturisasi adalah tindakan untuk merubah
struktur yang dipandang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman dan dianggap
tidak efektif lagi dalam memajukan organisasi.Revitalisasi merupakan upaya
untuk memberi tambahan energi atau daya kepada organisasi atau lembaga agar
dapat mengoptimalkan kinerja orgnaisasi. Karena itu, revitalisasi akan
berkaitan dengan perumusan kembli uraian tugas, penambahan kewenangan kepada
unit-unitr strategis, peningkatan alokasi anggaran, penambahan atau penggantian
berbagai instrument pendukung dalam menjalankan tugas-tugas organisasi.
Sedangkan refungsionalisasi lebih berkaitan dengan tindakan atau upaya untuk
memfungsikan kembali sesuatu yang sebelumnya tidak berfungsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar