Selasa, 12 Maret 2013

Reformasi Birokrasi

 BAB I
PENDAHULUAN

Dalam hubungannya dengan era modern, memang birokrasi seolah-olah menjadi paket yang tak terpisahkan dalam setiap pembangunan masyarakat modern. Keberadaan birokrasi menjadi norma yang tak terelakkan bagi setiap tatanan masyarakat modern yang dinamis dan rasional. Tanpa kehadiran birokrasi, tak dapat dibayangkan bagaimana suatu pemerintahan akan mengimplementasikan kebijakannnya. Tanpa birokrasi, juga tak terbayangkan pula bagaimana populasi manusia yang padat yang mendiami suatu wilayah tertentu akan dapat diatur. Birokrasi adalah faktisitas institusional masyarakat modern.Birokrasi bukanlah institusi sederhana yang tak perlu diproblematisasikan lebih lanjut. Secara alami, sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi yang kompleks memberikan justifikasi yang lebih dari cukup bahwa keberadaannya dilandasi oleh suatu perencanaan yang rasional dan sistematis. Demikian pula, dalam operasionalisasinya tak jarang birokrasi memberikan pengaruh yang besar bagi aktor-aktor sosial yang ada di luar birokrasi. Dalam aktivitas keilmuan, birokrasi juga dapat berperan sebagai laboratorium ilmiah bagi penelitian sosial. Pencermatan atas strukturnya dapat menjadi langkah awal untuk mengembangkan hipotesis teoretis tentang sistem sosial pada umumnya.

Sistem pemerintahan di Indonesia telah mengalami perubahan paradigma yang sangat signifikan sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, atau yang lazim dikenal dengan Undang-undang Otonomi Daerah. Perubahan paradigma pemerintahan ini sesungguhnya adalah langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam menyikapi tuntutan masyarakat sejak digulirkannya reformasi.Pemberlakuan Undang-undang Otonomi Daerah, merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tuntutan reformasi yang telah dikumandangkan sejak tahun 1998.Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak seperti yang diharapkan yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan perubahan berarti bagi kinerja pemerintahan.Melalui reformasi, dilakukan desentralisasi dalam skala besar. Bahkan perubahannya dapat dikategorikan sebagai ”revolusi desentralisasi” karena mencakup aspek yang sangat luas dan mendasar serta dengan kecepatan yang tinggi. Banyak daerah otonom dengan pemerintah daerahnya tergagap-gagap menghadapi perubahan yang sangat cepat tersebut. Mereka yang selama ini hanya mengelola dana sangat terbatas- sekitar puluhan milyard rupiah, secara bertahap.



BAB II
PEMBAHASAN


a.      Berbagai definisi birokrat
Secara etimologis, istilah birokrasi berasal dari gabungan kata Perancis (bureau) yang berarti kantor dan kata Yunani (kratein) yang berarti aturan. Sebagai suatu bentuk institusi, birokrasi telah ada sejak lama. Sedangkan bureaukratie dalam bahasa Jerman yakni kekuasaan atau wewenang yang berada di departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memperebutkan untuk diri mereka sendiri atas sesama warga Negara.Alasan keberadaannya adalah munculnya masalah-masalah publik tertentu yang penanganannya membutuhkan koordinasi dan kerjasama dari orang yang banyak dengan berbagai keahlian dan fungsi.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai :
  1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan
  2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya.
Ada beberapa perspektif para pakar tentang birokrasi:
·         Menurut Hegel
Birokrasi adalah medium yang mempertemukan kepentingan rakyat dan pemerintah,birokrasi mengemban tugas yang besar berupa harmonisasi hubungan antara rakyat dan pemerintah.
·         Menurut blau
Birokrasi merupakan suatu lembaga yang sangat kuat dengan kemampuan  untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik maupun buruk karena birokrasi merupakan instrumen administrasi rasionalisme yang netral pada skala besar.
·         Menurut Ali Mufiz
Birokrasi adalah intisari dari otorita legal nasional adalah birokrasi,jantung dari birokrasi dalam system hubungan yang di rumuskan secara rasional oleh aturan-aturan.
Jadi,birokrasi pemerintah adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisasi secara formal,berkaitan dengan jenjang yang komplek dan tunduk pada pembuat peran formal.

Makna birokrasi di klasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :
  • Birokrasi di pandang sebagai bentuk organisasi yang bengkak dan jumlah pegawai yang besar.
  • Birokrasi di pandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol  kegiatan masyarakat.
  • Birokrasi di pandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi public.


b.      Ciri-ciri Birokrasi
 Ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber adalah:
  • Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized hierarchically)
  • Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence)
  • Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination)
  • Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries according to rank).
  • Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of the civil servant)
  • Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)
  • Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the official is subject to control and discipline)
  • Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors judgement)
c.       Pemikiran klasik Max Weber mengenai birokrasi ( Kutukan Birokrasi )
Max Weber adalah seorang sosiolog besar asal Jerman yang pemikirannya tentang birokrasi telah menjadi sangat klasik dalam literatur akademis.Menurut Weber, perkembangan organisasi menjadi lebih besar akan merangsang bertumbuhnya birokrasi dalam organisasi tersebut. Ini karena organisasi yang besar membutuhkan mekanisme bagi pelaksanaan tugas-tugas administratif skala luas. Negara, perusahaan, gereja, atau perserikatan sipil adalah contoh-contoh organisasi yang dapat berkembang menjadi birokrasi. Birokrasi di sini dipahami sebagai prinsip-prinsip pengorganisasian dan bukannya instansi eksklusif tertentu seperti dinas-dinas pemerintah sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat awam di negeri ini. Weber menggunakan istilah birokratisasi untuk menjelaskan semakin luasnya penerapan prinsip-prinsip birokrasi dalam berbagai organisasi dan institusi modern.

Secara rinci Weber menjelaskan bahwa birokrasi mempunyai 15 karakteristik ideal, yaitu: kekuasaan dimiliki oleh jabatan dan bukan pemegang jabatan, otoritas ditetapkan melalui aturan-aturan organisasi, tindakan organisasi bersifat impersonal, melibatkan eksekusi atas kebijakan publik, tindakan organisasi dikerangkai oleh sistem pengetahuan yang disipliner, aturan dikodifikasi secara formal, aturan presiden dan abstrak menjadi standar bagi tindakan organisasi, spesialisasi batasan yang tegas antara tindakan birokratis dengan tindakan partikular menentukan legitimasi dari tindakan, pemisahan fungsional dari tugas-tugas yang diikuti oleh struktur otoritas formal, kekuasaan yang didelegasikan via hierarki, delegasi kekuasaan diekspresikan dalam istilah tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang ditetapkan melalui kontrak, kualitas yang dibutuhkan untuk mengisi posisi diukur dengan pengakuan kredensial formal (ijazah, sertifikat, dsb), struktur karir dan promosi,baik atas dasar senioritas maupun prestasi, posisi yang berbeda dalam hierarki akan menerima pembayaran yang berbeda dan sentralisasi koordinasi, komunikasi, dan kontrol.

Di sini patut dicatat bahwa daftar katalog Weber tentang ciri birokrasi rasional sebagaimana yang diungkapkan di atas dirumuskannya sebagai “tipe ideal”. Tipe ideal tersebut lebih baik dipahami sebagai kerangka konseptual yang memandang birokrasi dalam bentuknya yang murni, yakni indiferen terhadap aspek-aspek khas yang dimiliki oleh birokrasi-birokrasi riil. Birokratisasi yang sempurna sendiri dalam sejarahnya belum pernah terwujud secara nyata, maka tidak ada satu pun organisasi empiris yang sepenuhnya mirip dengan tipe ideal Weber. Jadi tipe ideal ini sebenarnya dimaksudkan sebagai suatu pedoman bagi penelitian empiris. Semakin banyak atribut birokrasi rasional di dalam suatu organisasi, maka organisasi tersebut dapat dikatakan menjadi semakin birokratis sekaligus semakin efisien.Salah satu fitur krusial dari birokrasi dalam pengertian administrasi publik adalah keterpisahannya dengan sistem politik. Birokrasi dipegang oleh pimpinan tertinggi organisasi yang tidak sepenuhnya birokratis, yaitu penguasa politik yang membuat kebijakan publik, entah apakah itu raja, presiden, perdana menteri, atau ayatollah. Untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, maka dibutuhkanlah birokrasi sebagai bentuk organisasi yang mempunyai superioritas teknis paling tinggi.

Weber menganalogikan pemisahan tersebut dengan kosakata Marxis. Birokrat disamakannya dengan pekerja atau buruh sedangkan elit politik yang menjadi majikannya sebagai produsen yang menguasai sarana material manajemen organisasi. Properti organisasi dengan demikian tidak dapat didaku sebagai properti personal milik birokrat. Akan tetapi, berbeda dengan buruh yang menerima upah, birokrat memperoleh gaji tetap bulanan berikut uang pensiun, hal yang menjadikan posisi birokrat mempunyai kebangaan dan prestise sosial yang lebih tinggi daripada anggota masyarakat kebanyakan. Lagipula kriteria kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untul menduduki jabatan birokrat secara tak langsung sesungguhnya telah mengasumsikan profil seseorang yang mempunyai posisi sosial yan tinggi.Dalam deskripsi ideal, seluruh aparatus birokrasi semata adalah alat yang dimainkan oleh pemiliknya, yaitu rezim kekuasaan politik suatu negara. Ini karena berbeda dengan tatanan feodal yang didasarkan pada kesetiaan personal patron-klien, mekanisme birokrasi yang bersifat impersonal menjadikan dirinya sebagai entitas yang siap sedia untuk dimanfaatkan oleh siapa pun yang tahu cara untuk mengontrolnya. Selain itu, fakta absennya kepemilikan sarana kekuasaan ini juga memberikan pengaruh. Karena sumber penghidupannya tergantung pada jabatannya, birokrat menjadi takut untuk kehilangan jabatan dan pekerjaannya. Untuk menjamin dirinya tidak dipecat, birokrat akan bersikap patuh terhadap setiap perintah atasan.

Akan tetapi, kenyataan dapat pula mengatakan hal yang sebaliknya. Di sini, keahlian yang dimiliki oleh birokrat memegang peranan kunci untuk melakukan pembalikan tata relasi. Seiring dengan peningkatan kompleksitas kerja birokrasi, pengetahuan terspesialisasi yang dimiliki birokrat membuatnya memiliki posisi tawar di hadapan penguasa. Penguasa tidak menguasai pengetahuan administratif sehingga dengan demikian tidak dapat dengan mudahnya mengontrol birokrat sesuai kehendaknya. Di mata penguasa, birokrat adalah “necessary evil” yang darinya dia bergantung. Tanpa birokrat, keinginan penguasa tak dapat diwujudkan karena hanya birokratlah yang mengetahui cara keinginan tersebut diwujudkan.




d.      Birokrasi pelayanan publik
            Manajemen Pelayanan Publik dapat dipahami sebagai segala kegiatan dalam rangka peningkatan kinerja  dalam   pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap  warga  negara dan penduduk atas suatu baran dan atau pelayanan administrasi  yang disediakan oleh penyelenggara  pelayanan  yang terkait dengan kepentingan publik.Manajemen Pelayanan Publik adalah tanggung-jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pada era desentralisasi dan semakin kuatnya demokratisasi saat ini, maka tuntutan akan   tanggung-jawab pelayanan publik dan peningkatan kinerja manajemen pelayanan
publik tersebut juga semakin kuat dan terbuka.
          Pada saat ini kinerja manajemen pelayanan publik ini sudah menjadi ukuran kinerja pemerintah daerah, terutama kepala daerahnya. Dalam berbagai kesempatan ketidak-puasan masyarakat atas kinerja manajemen pelayanan publik ini kian banyak diungkapkan oleh masyarakat secara terbuka. Masyarakat menuntut penyelenggaraan manajemen    pelayanan    lebih   responsif    atas   kebutuhan    masyarakat   dan penyelenggaraan manajemen pelayanan public   yang transparan, partisipatif dan akuntabel.Reformasi birokrasi baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah merupakan kebutuhan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Ini pada dasarnya bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada masyarakat. Baik buruknya pelayanan yang diberikan pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi publik yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan publik. Ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi pemerintahan dengan segala perangkat teknisnya harus lebih diarahkan pada fungsi pokok melayani masyarakat sebagai hal yang utama sebagaimana tersirat dalam semangat desentralisasi.Untuk merespons tantangan dan permasalahan tersebut maka dalam rangka mendukung peningkatan pelayanan akan difokuskan upaya kepada pengembangan kapasitas (capacity building) manajemen pelayanan publik yang menyangkut aspek-aspek :
·         Peningkatan efektivitas pengorganisasian pelayanan
·         Pengembangan prosedur pelayanan yang mudah, cepat dan transparan
·         Peningkatan kualitas dan kapabilitas personil penyelenggara pelayanan
·         Pengembangan kebijakan yang mendukung
Untuk menjawab tantangan permasalahan pelayanan publik tersebut, maka dikembangkan pendekatan peningkatan kinerja pelayanan melalui Skema Tindakan Peningkatan Pelayanan (STPP).Kata kunci dalam pelayanan publik adalah aksesibilitas. Oleh karena itu tujuan dari penyusunan STPP ini adalah merancang rangkaian kegiatan guna meningkatkan aksesibilitas kepada pelayanan publik. Bagaimana agar pelayanan memadai dan mudah dijangkau oleh kelompok sasaran. Terjangkau dalam arti lokasinya mudah dicapai, tapi juga harganya terjangkau, serta mudah prosedur dan persyaratannya.
 Permasalahan umum pelayanan publik antara lain terkait dengan penerapan prinsip-prinsip good-governance yang masih lemah. Masih terbatasnya partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan atau penyelenggaraan pelayanan, maupun evaluasinya. Untuk itu maka pendekatan STPP ini mempromosikan penerapan prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam proses
peningkatan pelayanan tersebut.

           
e.       Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur.Pada intinya latar belakang reformasi birokrasi ini adalah sbb:
1.      Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini.
2.      Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik
3.      Tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan
4.      Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah
5.      Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah
Visi reformasi birokrasi adalah terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik tahun 2025
Misi dari reformasi adalah :
  1. Membentuk dan atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum tata kelola pemerintahan yang baik.
  2. Memodernisasi birokrasi pemerintahan dengan optimalisasi pemakaian teknologi informasi dan komunikasi.
  3. Mengembangkan budaya, nilai-nilai kerja dan perilaku yang positif.
  4. Mengadakan restrukturisasi organisasi (kelembagaan) pemerintahan.
  5. Mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan sistem remunerasi.
  6. Menyederhakan sistem kerja, prosedur dan mekanisme kerja
  7. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif
Tujuan Umum, membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara dengan:
  1. Integritas Tinggi
  2. Produktivitas Tinggi dan Bertanggungjawab
  3. Kemampuan Memberikan Pelayanan yang Prima
Tujuan Khusus, membangun/memberntuk:
  1. Birokrasi yang Bersih
  2. Birokrasi yang Effisien, Efektif dan Produktif
  3. Birokrasi yang Transparan
  4. Birokrasi yang Melayani Masyarakat
  5. Birokrasi yang Akuntabel

Reformasi birokrasi baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah merupakan kebutuhan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Ini pada dasarnya bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada masyarakat. Baik buruknya pelayanan yang diberikan pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi publik yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan publik. Ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi pemerintahan dengan segala perangkat teknisnya harus lebih diarahkan pada fungsi pokok melayani masyarakat sebagai hal yang utama sebagaimana tersirat dalam semangat desentralisasi.
Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui.Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan tindakan yang bersifat  radikal dan revolusioner.

Reformasi di Indonesia merupakan tindakan perubahan atau pembaruan yang berdimensi restrukturisasi, revitalisasi, dan refungsionalisasi.Dimana restrukturisasi adalah tindakan untuk merubah struktur yang dipandang sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman dan dianggap tidak efektif lagi dalam memajukan organisasi.Revitalisasi merupakan upaya untuk memberi tambahan energi atau daya kepada organisasi atau lembaga agar dapat mengoptimalkan kinerja orgnaisasi. Karena itu, revitalisasi akan berkaitan dengan perumusan kembli uraian tugas, penambahan kewenangan kepada unit-unitr strategis, peningkatan alokasi anggaran, penambahan atau penggantian berbagai instrument pendukung dalam menjalankan tugas-tugas organisasi. Sedangkan refungsionalisasi lebih berkaitan dengan tindakan atau upaya untuk memfungsikan kembali sesuatu yang sebelumnya tidak berfungsi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar