DEMOKRASI DAN HAM
Kerangka
Teoritis
A. Definisi
demokrasi
·
Secara
etimologi pengertian demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yakni “demos” yang
artinya rakyat dan “kratos/kratein” artinya kekuasaan/ berkuasa. Jadi demokrasi
adalah kekuasaan ada ditangan rakyat.
Dalam hal
ini demokrasi berasal dari pengertian bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat.
Maksudnya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat.
·
Menurut
Hannry B. Mayo Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
di mana terjadi kebebasan politik.
·
Menurut
International Commission of Jurist Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan
di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh
warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang
bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas.
·
Menurut
C.F. Strong Demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas
anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem
perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan
tindakan-tindakannya pada mayoritas tersebut.
·
Menurut
Samuel Huntington Demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang
paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil,
jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk
memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat memberikan suara.
·
Menurut
John L Esposito Pada dasarnya kekuasaan adalah dari dan untuk rakyat. Oleh
karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun
mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja
lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif.
·
Menurut
Sidney Hook Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
B. Definisi
Hak Asasi Manusia
·
Secara
Etimologis, hak Asasi Manusia terbentuk dari 3 kata, hak, asasi, dan manusia.
Dua kata pertama, hak dan asasi berasal dari bahasa Arab, sementara kata
manusia adalah kata dalam bahasa Indonsia. Kata Haqq terambil dari akar kata
Haqqa, yahiqqu, haqqan, artinya benar,nyata, pasti,tetap, dan wajib. Apabila
artinya “Kamu wajib melakukan seperti ini.” Berdasarkan pengertian tersebut,
maka haqq adalah kewenangan atau kewajiban melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu. Sedangkan kata asasiy berasal dari akar kata assa, yaussu, asasaan,
arrtinya membangun, mendirikan, meletakkan. Dapat juga berarti asal, asas,
pangkal, dasar dari segala sesuatu. Dengan demkian, asasi artinya segala
sesuatu yang mempunyai sifat yang sangat mendasar dan sangat fundamental.
Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesa memberi arti Hak asasi Manusia
(HAM) sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia.
·
Pengertian
HAM menurut John Locke. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
·
Menurut
Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia
semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan
kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
·
Sementara
Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di
dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa
perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat
universal.
Pembahasa
A.
Perkembangan Demokrasi dan HAM di Indonesia
Berbicara
mengenai perjalanan demokrasi di indonesia tidak dapat dilepaskan dari
pelaksanaan pasang surut demokrasi itu sendiri. Bangsa indonesia pernah
menerapkan tiga model demokrasi, yaitu demokrasi parlementer, demokrasi
terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap fase tentunya memiliki karakteristik
yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap tiap fase demokrasi
Demokrasi
yang kita kenal sekarang ini dipelopori oleh organisasi-ohrganisasi modern pada
masa pergerakan nasional sebagai wacana penyadaran. Diantara organisasi modern
tersebut, misalnya Budi Utomo (BU), Sarekat Islam, dan Perserikatan Nasional
Indonesia.
1.
Demokrasi Kerakyatan Masa Revolusi
Revolusi
yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan merupakan kisah sentral sejarah
indonesia. Semua usaha untuk mencari identitas (jati) diri, semangat persatuan
guna menghadapi kekuasaamn kolonial, Pada masa revolusi 1945 – 1950 banyak kendala
yang dihadapi bangsa indonesia, misalnya perbedaan-perbedaan antara
kekuatan-kekuatan perjuangan bersenjata dengan kekuatan diplomasi, antara
mereka yang mendukung revolusi sosial dan mereka yang menentangnya dan antara
kekuatan islam dalam kekutan sekuler. Di awal revolusi tidak satupun perbedaan
di antara bangsa indonesia yang terpecahkan. Semua permasalahan itu baru dapat
diselesaikan setelah kelompok-kelompok kekuatan itu duduk satu meja untuk
memperoleh satu kata sepakat bahwa tujuan pertama bangsa indonesia adalah
kemerdekaan bangsa indonesia. Pada akhirnya kekuatan-kekuatan perjuangan
bersenjata dan kekuatan diplomasi bersama-sama berhasil mencapai kemerdekaan.
Demokrasi
pada masa ini lebih di tekankan oleh diplomasi dan musawara antar masyarakat,
yang menimbulkan demokrasi kerakyatan
2.
Demokratisasi Dalam Demokrasi Parlementer
Undang
– Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana baedan
eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta
para menteri yang mempunyai tanggung jawab politik. Setiap kabinet terbentuk
berdasarkan koalisi pada satu atau dua partai besardengan beberapa partai
kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai koalisi kurang dewasa
dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan.
Pada
umumnya kabinet dalam masa pra pemilu tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih
lama dari rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi
dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk
melaksanakan programnya. Pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang
diharapkan, malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
tidak dapat dihindarkan. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali UUD
1945. Dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir.
Mengingat
kondisi yang harus di hadapi pemerintah indonesia pada kurun waktu 1950-1959,
maka tidak mengherankan bahwa pelaksanaan demokrasi mengaklami kegagalan karena
dasar untuk dapat membangun demokrasi hampir tidak dapat ditemukan. Banguan
indah sebuah demokrasi parlementer hampir tidak dapat berdiri dengan kokoh.
3.
Demokratisasi Dalam Demokrasi Terpimpin
Di
tengah-tengah dan pengalaman jatuh bangunnya pemerintahan, mengakibatkan
diambilmnya langkah-langkah menuju suatu pemerintahan yang oleh Soekarno
dinamakan Demokrasi Terpimpin. Ini merupakan suatu sistem yang didominasi oleh
kepribadian soekarno yang prakarsa untuk pelaksanaan demokrasi terpimpin. Pada
masa ini terdapat beberapa penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945, misalnya
partai-partai politik dikebiri dan pemilu ditiadakan. Kekuatan-kekuatan politik
yang ada berusha berpaling kepada pribadi Soekarno untuk mendapatkan
legitimasi, bimbingan atau perlindungan. Pada tahun 1960, presiden Soekarno
membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan menggantikanya dengan DPRGR, padahal
dalam penjelasn UUD 1945 secara ekspilisit ditentukan bahwa presiden tidak
berwenang membubarkan DPR.
Melalui
demokrasi terpimpin Soekarno berusaha menjaga keseimbangn politik yang
mherupakan kompromi antara kepentingan-kepentingan yang tidak dapat dirujukan
kembali dan memuaskan semua pihak. Meskipun Soekarno memiliki pandangan tentang
masa depan bangsanya, tetapi ia tidak mampu merumuskan sehingga bisa diterima
oleh pimpinan nasional lainnya. Janji dari demokrasi terpimpin pada akhirnya
tidak dapat terealisasi.
4.
Demokratisasi Dalam Demokrasi Pancasila
Pada
awal pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena
Orde Baru diharapkan melenyapkan rezim lama. Soeharto kemudian melakukan
eksperimen dengan menerapkan demokrasi Pancasila. Inti demokrasi pancasila
adalah menegakkan kembali azas negara hukum dirasakan oleh segenap warga
negara, hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan
dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional.
Dalam rangka mencapai hal tersebut, lembaga-lembaga dan tata kerja orde baru
dilepaskan dari ikatan-ikatan pribadi
Sekitar
3 sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru menunjukkan gejala-gejala yang
menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan – kekuatan sosial-politik yang
bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik
dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai
kontrol sosial. Kekuatan sosial politik yang diikutsertakan dalam pemilu
dibatasi. bahwa indonesia telah benar-benar berdemokrasi, padahal yang
sebenarnya adalah kekuasaan yang otoriter. Partai-partai politik dilarang
berperan sebagai oposisi maupun kontrol sosial. Bahakan secara resmi oposisi
ditiadakan dengan adanya suatu “konsensus nasional”. Pemerintahan Soeharto juga
tidak memberikan check and balances sebagai prasyarat dari sebuah negara
demokrasi
Pada
masa orde baru telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan
pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus,
sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai
tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang tidak pernah tercapai, mengakibatkan pemerintahan Orde Baru
mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
5.
Rekonstruksi Demokrasi Dalam Orde Reformasi
Melalui
gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim
Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan pemerintahan transisi presiden
Habibie yang didukung sepenuhnya oleh TNI. Lembaga-lembaga di luar presiden dan
TNI tidak mempunyai arti apa-apa. Seluruh maslah negara dan bangsa indonesia
menjadi tanggung jawab presiden/TNI. Reformasi menuntut rakyat indonesia untuk
mengoreksi pelaksanaan demokrasi. Karena selama soeharto berkuasa jenis
demokrasi yang dipraktekkan adalah demokrasi semu. Orde Baru juga meninggalkan
warisan berupa krisis nasional yang meliputi krisis ekonomi, sosial dan
politik.
Agaknya
pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi
yang selama inidikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie
menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia dengan jalan kebebasan pers
(freedom of press) dan kebebasab berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat
berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan
yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh.
Membangun
kembali indonesia yang demokratis dapat dilakukan melalui sistem keparataian
yang sehat dan pemilu yang transparan. Sistem pemilu multipartai dan UU politik
yang demokratis menunjukkan kesungguhan pemerintahan Habibie. Asalkan kebebasan
demokratis seperti kebebasan pers, kebebasab berbicara, dan kebebasan mimbar
tetap dijalankan maka munculnya pemerintahan yang KKN dapat dihindari.
Dalam
perkembanganya Demokrasi di indonesia setelah rezim Habibie diteruskan oleh
Presiden Abdurahman wahid sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
sangat signifikan sekali dampaknya, dimana aspirasi-aspirasi rakyat dapat bebas
diutarakan dan dihsampaikan ke pemerintahan pusat. Hal ini terbukti dari setiap
warga negara bebas berpendapat dan kebebasan pers dalam mengawal pemerintahan
yang terbuka sehingga menghindarkan pemerintahan dari KKN mungkin dalam
prakteknya masih ada praktik-praktik KKN di kalangan pemerintahan, namun
setidaknya rakyat tidak mudah dibohongi lagi dan pembelajaran politik yang baik
dari rakyat indonesia itu sendiri yang membangun demokrasi menjadi lebih baik.
Ada satu hal yang membuat indonesia dianggap negara demokrasi oleh dunia
Internasional walaupun negara ini masih jauh dikatakan lebih baik dari negara
maju lainnya adalah Pemilihan Langsung Presiden maupun Kepala Daerah yang
dilakukan secara langsung. Mungkin rakyat indonesia masih menunggu hasil dari
demokrasi yang yang membawa masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan.
Perkembangan HAM di
Indonesia
a)
Periode 1945 – 1950
Pemikiran
HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan
untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah
mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk
kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM
pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1
November 1945.
Langkah
selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai
politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
b)
Periode 1950 – 1959
Periode
1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang
sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi
liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing
– masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol
yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang
HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang
memberikan ruang kebebasan.
c)
Periode 1959 – 1966
Pada
periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada
sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan
presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan
inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran
infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak
asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d)
Periode 1966 – 1998
Setelah
terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar
tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM,
pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada
tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya
hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu
pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad
Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak –
hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara
itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM
mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan
ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan
dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif
pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat
yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana
tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan
deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan
pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat
untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Upaya
yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh
hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif
dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan
dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan
penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM
) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga
ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
e)
Periode 1998 – sekarang
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan
dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan
perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut
menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam
bidang HAM.
Strategi
penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan
telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti
amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP
MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang –
undangam lainnya.
B. Hubungan
Antara Demokrasi dan Ham
Demokrasi
punya keterkaitan yang erat dengan Hak Asasi Manusia karena sebagaimana
dikemukakan tadi, makna terdalam dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat, yaitu
rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara.
Posisi ini berarti, secara langsung menyatakan adanya jaminan terhadap hak
sipil dan politik rakyat (Konvenan Hak Sipil dan Politik) – pada dasarnya
dikonsepsikan sebagai rakyat atau warga negara untuk mencapai kedudukannya
sebagai penentu keputusan politik tertinggi-. Dalam persepktif kongkret ukuran
untuk menilai demokratis atau tidaknya suatu negara, antara lain; berdasarkan
jawaban atas pertanyaan seberapa besarkah tingkat kebebasan atau kemerdekaan
yang dimiliki oleh atau diberikan kepada warga Negara di Negara itu? Makin
besar tingkat kebebasan, kemerdekaan -dimaksudkan di sini adalah kebebasan,
kemerdekaan dan hak sebagaimana dimasukkan dalam kategori Hak-Hak Asasi Manusia
generasi pertama-. Misalnya, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kemerdekaan
untuk menganut keyakinan politik, hak untuk diperlakukan sama dihadapan hukum.
Hanya
kemudian patut dijelaskan lebih lanjut, bahwa persoalan demokrasi bukanlah
sebatas hak sipil dan politik rakyat namun dalam perkembangannya, demokrasi
juga terkait erat dengan sejauh mana terjaminnya hak-hak ekonomi dan sosial dan
budaya rakyat. Sama sebagaimana parameter yang dipakai di dalam Hak Asasi
Manusia generasi pertama (hak sipil dan politik), maka dalam perspektif yang
lebih kongkret negara demokratis juga diukur dari; sejauh mana negara menjamin
kesejahteraan warga negaranya, seberapa rendah tingkat pengangguran dan
seberapa jauh negara menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan
penghidupan yang layak. Hal inilah yang secara langsung ataupun tidak langsung
menegaskan bagaimana hubungan yang terjalin antara demokrasi dan Hak Asasi
Manusia.
Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa, Hak Asasi Manusia akan terwujud dan dijamin
oleh negara yang demokratis dan demikian sebaliknya, demokrasi akan terwujud
apabila negara mampu manjamin tegaknya Hak Asasi Manusia.
Konsepsi
HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara
hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum,
bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum
yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum
menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping
merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan
demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Selain
itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan
yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan
masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh
ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan
penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak
dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa,
melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikian
negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, melainkan
democratische rechtsstaat.
Rumusan
HAM yang masuk dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dapat dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu :
1.
HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan
2.
HAM berkaitan dengan keluarga
3.
HAM berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi
4.
HAM berkaitan dengan pekerjaan
5.
HAM berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan, kebebasan
bersikap, berpendapat, dan berserikat
6.
HAM berkaitan dengan informasi dan komunikasi
7.
HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan
derajat dan martabat manusia
8.
HAM berkaitan dengan kesejahteraan social
9.
HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan
10.
HAM berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain
Jika
rumusan HAM dalam Undang-Undang Dasar 1945 diimplementasikan secara konsisten,
baik oleh negara maupun oleh rakyat, diharapkan laju peningkatan kualitas
peradaban, demokrasi, dan kemajuan Indonesia jauh lebih cepat dan jauh lebih
mungkin dibandingkan dengan tanpa adanya rumusan jaminan pengakuan,
penghormatan, perlindungan, dan pemajuan HAM dalam Undang-Undang 1945.
Kesimpulan
Konsepsi
HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat terkait dengan konsepsi negara
hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum,
bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum
yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum
menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping
merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan
demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Demokrasi
dan pelaksanaan prinsip-prinsip negara berdasrkan atas hukum merupakan instrumen bahkan prasyarat
bagi jaminan perlindungan dan penegakan
Hak Asasi Manusia. Oleh Karena itu hubungan antara Hak Asasi Manusia dan
demokrasi harus dilihat sebagai hubungan
keseimbangan yang simbiosis mutualistik.
Hak Asasi Manusia sebagai tatanan sosial merupakan pengakuan masyarakat
terhadap pentingnya nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam tatanan sosial,
politik, ekonomi yang hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar